Langsung ke konten utama

Postingan

"Utsmani" atau "Ottoman"?

Sebagai kekuasaan negara lintas dua benua, Turki memang menjadi salah satu peradaban paling berpengaruh dalam sejarah dunia, terutama di kawasan Eurasia termasuk Timur Tengah. Dari pegunungan Balkan yang keras hingga padang pasir di Arab, dari wilayah Kaukasus yang dingin hingga pantai/pesisir Afrika Utara yang panas dan gersang, kekuasaan ini menjelma menjadi kekuatan militer, politik, budaya, dan agama yang luar biasa luas dan besarnya. Inilah yang kita kenal sebagai Kekaisaran Turki Utsmani. Ekspansi kekuasaan Utsmani [sumber: Encyclopaedia Brittanica] Namun dalam tulisan ini, saya tidak sekadar ingin mengagumi kebesaran Turki atau sekadar ikut-ikutan menyebut nama peradaban besar ini. Saya ingin membahas soal istilah yang sering muncul dalam berbagai percakapan dan konten media digital: "Utsmani" dan "Ottoman". Namun, dalam konteks kebahasaan Indonesia, saya merasa ada yang kurang pas. Bukan salah total, tapi tidak selaras. Bahasa Indonesia memiliki sistem fonol...

Jika Majapahit masih bertahan

Mungkin Anda pernah membayangkan: "bagaimana jika Majapahit tidak runtuh?" Sebuah pertanyaan yang menggelitik imajinasi dan membangkitkan rasa ingin tahu kita terhadap sejarah alternatif Nusantara. Kerajaan Majapahit, yang berkuasa dari abad ke-13 hingga ke-16, dikenal sebagai salah satu kerajaan maritim terbesar dalam sejarah Asia Tenggara. Wilayah kekuasaannya membentang dari Sumatera hingga Papua, bahkan menjangkau Semenanjung Malaya dan sebagian Filipina. Namun sayangnya, kejayaannya berakhir karena perebutan kekuasaan, pemberontakan daerah, dan tekanan dari kerajaan-kerajaan Islam yang sedang bangkit. Tapi mari kita bermain dengan imajinasi: " bagaimana jika Majapahit tidak runtuh?" 1. Nusantara Mungkin Menjadi Sebuah Bangsa dan Negara Lebih Awal Jika Majapahit mampu bertahan dan melewati konflik internalnya, kemungkinan besar wilayah Nusantara sudah mengalami penyatuan politik jauh sebelum penjajah Eropa datang. Kesatuan dan persatuan ini mungkin mencipta...

Jika Nusantara 'tidak dijajah'

Mungkin Anda mempertanyakan, mengapa saya membubuhkan tanda petik pada kata “tidak dijajah”? Sejatinya, kata “tidak dijajah” mengandung ironi. Sebab dalam sejarah panjang Nusantara, pertanyaan soal ‘penjajahan’ tidak sesederhana kedatangan bangsa Eropa. Penaklukan dan perebutan kekuasaan telah terjadi bahkan sebelum kedatangan bangsa Portugis ke Malaka atau VOC ke Batavia. Dalam skala regional, kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit pun terlibat dalam ekspansi kekuasaan, persekutuan politik, bahkan perbudakan. Maka dari itu, kata “tidak dijajah” harus dibaca secara kritis — siapa yang menjajah siapa? Dalam konteks global atau domestik? Namun, mari kita bermain dalam ruang spekulatif: bagaimana jika Nusantara tidak pernah dijajah oleh bangsa Eropa? Bagaimana jika Majapahit, sebagai kerajaan maritim terbesar yang pernah ada di Asia Tenggara, tidak runtuh pada abad ke-15 dan justru berhasil berevolusi menjadi kekuatan modern? Warisan Majapahit: Dari Imperium ke Bangsa dan...

Thailand tidak semaju Jepang dan Korea Selatan, Apakah suatu negara yang tidak dijajah menjadikannya lebih maju?

Dijajah atau tidak dijajah tidak memiliki pengaruh langsung terhadap kemajuan suatu negara. Contohnya saja  Thailand yang tidak semaju Jepang dan Korea Selatan , bagaimana demikian? Perlu diketahui, wilayah Korea (kini Korea Utara dan Korea Selatan) pernah diduduki dan dijajah oleh bangsa tetangganya, yaitu Jepang pada abad ke-20. Hal berikut inilah yang menimbulkan munculnya berbagai cerita tentang para prajurit tentara Korea yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Mereka adalah para prajurit tentara Korea yang datang ke Indonesia saat Perang Dunia II sebagai anggota bala tentara Jepang. Penurunan Bendera Jepang di Keijo (kini Seoul) pada pasca Perang Dunia II, menandakan kemerdekaan Korea dari pendudukan dan penjajahan Jepang. (Sumber:  80-G-391464 Surrender of Japanese Forces in Southern Korea, S80-G-391464 Surrender of Japanese Forces in Southern Korea, September 1945 - NHHC ) Tidak pernah dijajah, membuat suatu negara menjadi maju? Sayangnya, pertanyaan ters...

Ego sektoral dan individualisme

Di dalam dunia kerja, politik pemerintahan, pendidikan, hingga kehidupan bermasyarakat, kita sering mendengar perkataan seperti: “Itu bukan urusan saya” , “Kami punya aturan sendiri” , atau “Kenapa saya harus peduli?” Perkataan-perkataan semacam ini adalah cerminan dari dua penyakit sosial yang diam-diam menggerogoti kemajuan bersama: ego sektoral dan individualisme berlebihan . Apa Itu Ego Sektoral? Ego sektoral terjadi ketika sebuah kelembagaan (institusi) merasa bahwa kepentingannya lebih penting daripada kerja sama lintas sektor dan lintas lembaga. Bukannya membuka diri terhadap kolaborasi, mereka justru membangun tembok birokrasi yang tinggi dan kaku. Contoh nyata: Instansi A tidak mau berbagi data dengan instansi B, meskipun data itu bisa membantu pelayanan publik. Dinas X mengklaim proyek tertentu sebagai “wilayah kekuasaan”-nya dan menolak bantuan atau masukan dari Dinas Y dan lembaga lainnya. Ego sektoral ini sering ditemukan di lingkungan birokrasi dan pemerinta...

"Sejarah tidak akan terulang kembali" hanyalah mitos belaka

"Sejarah tidak akan terulang kembali"  adalah ungkapan yang sering terdengar di ruang publik. Pernyataan ini seolah‑olah menjadi pembenaran bahwa masa lalu hanyalah catatan di buku pelajaran, sementara masa kini dan masa depan sepenuhnya terputus darinya. Pandangan tersebut berbahaya karena menandakan kelengahan dalam memahami pola‑pola sejarah. Sejarah mungkin tidak pernah menyalin dirinya, tetapi pola‑pola yang sama sering muncul kembali dalam wujud yang berbeda. Mark Twain, melalui novel The Gilded Age yang ia tulis bersama Charles Dudley Warner, menulis bahwa “Sejarah tidak pernah mengulang dirinya, tetapi kombinasi kaleidoskopik dari masa kini sering tampak tersusun dari pecahan‑pecahan legenda kuno”. Pepatah populer yang sering disandangkan kepadanya,  “history doesn’t repeat itself, but it often rhymes” (a rtinya: sejarah tidak terulang sendirinya, tetapi ia ada rimanya ),  rupanya baru muncul pada 1960‑an dan berkemungkinan berasal dari psiko...

Cara agar tidak menyia-nyiakan potensi dan keterampilan

Di tengah persaingan global yang kian kompleks, modal terbesar setiap individu sebenarnya adalah potensi dan keterampilannya . Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi yang nyaris tak terbatas yang menunggu untuk digali dan dikembangkan. Potensi ini bukan sekadar kapasitas untuk menjadi “sesuatu” di masa depan; ia adalah inti dari pertumbuhan pribadi dan kunci untuk mencegah penyesalan. Agar kemampuan yang kita miliki tidak terbuang sia‑sia, mari kita telusuri langkah‑langkah konkret untuk mengelolanya. 1. Kenali potensi dan kelebihan diri Langkah pertama agar potensi tak terbuang sia‑sia adalah mengenal diri sendiri secara jujur . Ini bukan proses sekali jadi, melainkan perjalanan seumur hidup yang melibatkan penemuan jati diri dan kesadaran diri. Beberapa hal yang bisa dilakukan: Introspeksi dan identifikasi bakat laten – Potensi sering berupa kemampuan laten yang belum tergali. Prosesnya melibatkan identifikasi bakat dan keahlian yang...

Batas administrasi Ibu Kota Nusantara dulu, baru bangun infrastruktur fisiknya!

Pentingnya Kerangka Administrasi Khusus IKN Progres pembangunan Ibu Kota Nusantara di Pulau Kalimantan [sumber: jepretan layar dari Google Earth] Pemerintah Indonesia telah menetapkan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dengan nama Ibu Kota Nusantara (IKN). Secara hukum, IKN dirancang memiliki kerangka pemerintahan khusus yang berbeda dari provinsi biasa. Undang-Undang No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara menetapkan bahwa penyelenggaraan pemerintahan di IKN dilaksanakan oleh Otorita Ibu Kota Nusantara, bukan oleh pemerintah daerah konvensional. Artinya, IKN akan dipimpin oleh Kepala Otorita setingkat menteri dan tidak memiliki gubernur maupun DPRD layaknya provinsi lain. Kerangka administrasi khusus ini merupakan amanat undang-undang agar IKN dapat menjalankan fungsi sebagai pusat pemerintahan nasional secara langsung di bawah pemerintah pusat. Pada dasarnya, IKN direncanakan menjadi daerah setingkat provinsi yang bersifat khusus , terlepas dari struktur Provinsi Kalima...

Indonesia bukanlah bangsa yang bodoh, tapi apa?

Kabar baik datang dari dunia pendidikan Indonesia. Peringkat Indonesia dalam survei PISA (Programme for International Student Assessment) tahun 2022 naik . Tapi anehnya, skor justru turun . Wajar, banyak yang bertanya-tanya: apakah ini artinya negara lain makin bodoh, atau kita yang makin pintar? Kenyataannya, mayoritas negara peserta PISA — sekitar 80% — juga mengalami penurunan skor, terutama akibat pandemi COVID-19. Tapi penurunan skor Indonesia lebih kecil dibanding rata-rata dunia, dan itu patut diapresiasi. Tapi mari kita lihat lebih dalam: kalau Indonesia bukan bodoh, lalu apa? 🧠 1. Bukan Bodoh, Tapi Terjebak Middle Income Trap Indonesia bukan bangsa yang bodoh. Tapi kita berisiko besar terjebak dalam “ middle income trap ” , yaitu kondisi ketika negara stagnan di level pendapatan menengah dan gagal naik kelas menjadi negara maju. Apa saja ciri-cirinya? Ketimpangan ekonomi melebar antara daerah kota yang besar dan yang kecil. Investasi asing lambat masuk ke dalam n...

Pentingnya Dwiguna Sipil-Militer dan Komplek Industri Pertahanan bagi Indonesia

Pertahanan negara seringkali dipersepsikan sebagai domain eksklusif militer. Padahal, dalam konteks pertahanan modern, paradigma tersebut sudah tidak lagi relevan. Ancaman terhadap kedaulatan dan keamanan negara saat ini bersifat multidimensi—melibatkan aspek fisik maupun non-fisik, militer maupun non-militer. Maka dari itu, pertahanan tidak bisa lagi menjadi tanggung jawab TNI atau Kementerian Pertahanan semata. Diperlukan keterlibatan menyeluruh dari seluruh sektor bangsa dan negara, termasuk sektor sipil, dalam membangun sistem pertahanan yang kokoh dan adaptif terhadap zaman. Konsep dwiguna sipil-militer ( civil-military dual-use ) dan pembangunan kompleks industri pertahanan menjadi sangat penting sebagai pendekatan strategis dalam menjawab tantangan pertahanan masa kini dan masa depan. Apa itu Dwiguna Sipil-Militer ( Civil-Military Dual-Use )? Tank diangkut kereta api [sumber: Reuters] Civil-military dual-use adalah pendekatan di mana infrastruktur atau teknologi yang dibangu...